Saturday, May 3, 2014

Tari Serampang Duabelas dari sisi Antropologi



http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/c/c4/Petasumateratimur.jpg/250px-Petasumateratimur.jpg                Tari Serampang Duabelas merupakan tarian tradisional Melayu yang berkembang di bawah Kesultanan Serdang.  Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada tahun 1940-an dan diperbaharui oleh penciptannya antara tahun 1950-1960. Pada awalnya tarian ini bernama tarian Pulau Sari karena musik pengiringnya berjudul Pulau Sari.
Tarian ini merupakan jenis tari tradisional yang dimainkan sebagai tari pergaulan antara muda dan mudi. Ada dua alasan mengapa nama Tari Pulau Sari diganti Serampang Duabelas. Pertama, nama Pulau Sari kurang tepat karena tarian ini bertempo cepat  (quick step). Menurut Tengku Mira Sinar, nama tarian yang diawali kata ’’pulau’’ biasanya bertempo rumba, seperti Tari Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri. Sedangkan Tari Serampang Duabelas memiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari Serampang Laut. Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut Tari Serampang Duabelas. Nama duabelas sendiri berarti tarian dengan gerakan tercepat diantara lagu yang bernama Serampang. Kedua, penamaan Tari Serampang Duabelas merujuk pada ragam gerak tarianya yang berjumlah 12.
Selain dikenal dan dimainkan diseluruh tanah air, Tari Serampang Duableas juga terkenal dan sering dibawakan di beberapa Negara tentangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong. Keberadaan Tari Serampang Duabelas karya Sauti ini, mendapat  sambutan yang luar biasa di seluruh tanah air dan Negara tetangga. Seiring dengan perkembangan ini, Pemerintah daerah Kabupaten Serdang  Bedagai inisiatif untuk melindungi hak cipta Tari Serampang Duabelas. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan kembali pada masyarakat banyak tentang asal muasal dari tari ini, sehingga generasi muda tahu dan mengerti. Selain itu, diadakan juga berbagai pagelaran lomba Tari Serampang Dua Belas terutama untuk kalangan masyarakat yang berada di kawasan Kabupaten Serdang Bedagai.
http://melayuonline.com/pict/p51c7f0a4f0346.jpgTarian ini diciptakan oleh Sauti pada era 1940-an dan diubah ulang antara tahun 1950-1960. Sauti lahir tahun 1903 di Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai ketika menciptakan Tari Serampang Duabelas sedang bertugas di Dinas PP dan K Provinsi Sumatera Utara. Atas inisiatif dari Dinas yang menaunginya, Sauti diperbantukan menjadi guru diperwakilan Jawatan Kebudayaan Sumatera Utara di Medan. Pada masa itulah Sauti juga berhasil menggubah beberapa tari lain, yaitu jenis Tiga Serangkai yang terdiri dari Tari Senandung dengan lagu Kuala Deli,  Tari Mak Inang dengan lagu Pulau Kampai, dan Tari lagu Dua dengan lagu Tanjung Katung.
                Fungsi tari ini adalah sebagai tari pergaulan dikalangan muda mudi melayu. Selain itu, diadakan juga berbagai pagelaran lomba Tari Serampang Duabelas terutama untuk kalangan masyarakat yang berada dikawasan Kabupaten Serdang Bedagai.
                Pada awalnya musik pengiring tari masih menggunakan peralatan musik tradisional. Namun seiring perkembangan zaman peralatan musik yang digunakan semakin beragam.
Nama Tari Serampang Dua Belas sebetulnya diambil dari dua belas ragam gerakan tari yang bercerita tentang tahapan-tahapan proses pencarian jodoh hingga memasuki tahap perkawinan.
Gerakan I adalah permulaan tari dengan gerakan berputar sembari melompat-lompat kecil yang menggambarkan pertemuan pertama antara seorang laki-laki dan perempuan. Gerakan ini bertutur tentang pertemuan sepasang anak muda yang diselingi sikap penuh tanda tanya dan malu-malu.
Gerakan II adalah gerakan tari yang dilakukan sambil berjalan kecil, lalu berputar dan berbalik ke posisi semula sebagai simbol mulai tumbuh benih-benih cinta antara kedua insan. Ragam II ini bercerita tentang mulai tumbuhnya rasa suka di antara dua hati, akan tetapi mereka belum berani untuk mengutarakannya.
Gerakan III memperlihatkan gerakan berputar (tari Pusing) sebagai simbol sedang memendam cinta. Dalam tarian ini nampak pemuda dan pemudi semakin sering bertemu, sehingga membuat cinta makin lama makin bersemi. Namun, keduanya masih memendamnya tanpa dapat mengutarakannya. Gerakan dalam tarian ini menggambarkan kegundahan dua insan yang memendam rasa.
Gerakan IV dilakukan dengan gerakan tarian seperti orang mabuk sebagai simbol dari dua pasang kekasih yang sedang dimabuk kepayang. Gerak tari yang dimainkan dengan melenggak-lenggok dan terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Pada ragam ini (Tahap IV) proses pertemuan jiwa sudah mulai mendalam dan tarian ini menggambarkan kondisi kedua insan yang sedang dimabuk kepayang karena menahan rasa yang tak kunjung padam.
Gerakan V dilakukan dengan cara berjalan melenggak-lenggok sebagai simbol memberi isyarat. Pada ragam ini, perempuan berusaha mengutarakan rasa suka dan cinta dengan memberi isyarat terhadap laki-laki, yaitu dengan gerakan mengikuti pasangan secara teratur. Gerakan tari pada Ragam V ini sering juga disebut dengan ragam gila.
Gerakan VI merupakan gerakan tari dengan sikap goncet-goncet sebagai simbol membalas isyarat dari kedua insan yang sedang dilanda cinta. Pada ragam ini, digambarkan pihak laki-laki yang mencoba menangkap isyarat yang diberikan oleh perempuan dengan menggerakkan sebelah tangan. Si pemuda dan pemudi kemudian melakukan tarian dengan langkah yang seirama antara pemuda dan pemudi.
Gerakan VII dimulai dengan menggerakkan sebelah kaki kiri/kanan sebagai simbol menduga. Hal ini menggambarkan terjadinya kesepahaman antara dua pasang kekasih dalam menangkap isyarat yang saling diberikan. Dari isyarat ini mereka telah yakin untuk melanjutkan kisah yang telah mereka rajut hingga memasuki jenjang perkawinan. Setelah janji diucapkan, maka sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara tersebut pulang untuk bersiap-siap melanjutkan cerita indah selanjutnya.
Gerakan VIII dilakukan dengan gerakan melonjak maju-mundur simbol proses meyakinkan diri. Gerakan ini dilakukan dengan melompat sebanyak tiga kali yang dilakukan sembari maju-mundur. Muda-mudi yang telah berjanji, mecoba kembali meresapi dan mencoba meyakinkan diri untuk memasuki tahap kehidupan selanjutnya. Gerakan tari dilakukan dengan gerak bersuka ria yang menunjukkan sepasang kekasih sedang asik bersenda-gurau sebelum memasuki jenjang pengenalan dengan kedua keluarga besar.  
Gerakan IX adalah gerakan tari yang dilakukan dengan melonjak sebagai simbol menunggu jawaban. Gerakan tari menggambarkan upaya dari muda-mudi untuk meminta restu kepada orang tua agar menerima pasangan yang mereka pilih. Kedua muda-mudi tersebut berdebar-debar menunggu jawaban dan restu orang tua mereka.
Gerakan X menggambarkan gerakan saling mendatangi sebagai simbol dari proses peminangan dari pihak laki-laki terhadap perempuan. Setelah ada jawaban kepastian dan restu dari kedua orang tua masing-masing, maka pihak pemuda mengambil inisiatif untuk melakukan peminangan terhadap pihak perempuan. Hal ini dilakukan agar cinta yang sudah lama bersemi dapat bersatu dalam sebuah ikatan suci, yaitu perkawinan.
Gerakan  XI memperlihatkan gerakan jalan beraneka cara sebagai simbol dari proses mengantar pengantin ke pelaminan. Setelah lamaran yang diajukan oleh pemuda diterima, maka kedua keluarga akan melangsungkan perkawinan. Gerakan tari biasanya dilakukan dengan nuansa ceria sebagai ungkapan rasa syukur menyatunya dua kekasih yang yang sudah lama dimabuk asmara menuju pelaminan dengan hati yang berbahagia.
Gerakan XII atau ragam yang terakhir dimainkan dengan menggunanan sapu tangan sebagai sebagai simbol telah menyatuya dua hati yang saling mencintai dalam ikatan perkawinan. Pada ragam ini, gerakan tari dilakukan dengan sapu tangan yang menyatu yang manggabarkan dua anak muda sudah siap mengarungi biduk rumah tangga, tanpa dapat dipisahkan baik dalam keadaan senang maupun susah.
Gerakan-gerakan dalam Serampang Duabelas tidaklah berarti menggambarkan keseluruhan ciri dari pergaulan antara muda mudi yang saling mencintai dari mulai perjumpaan hingga menikah yang nampak seperti kenyataannya. Gerakan tersebut diambil sebagai pokok-pokok yang sekiranya cukup menggambarkan bagaimana prosesi akan hal tersebut.
Walaupun merupakan tarian berpasangan tapi antara pria dan wanitanya tidak terdapat kontak tubuh secara langsung, kemudian pakaian yang dikenakannya memiliki warna yang cerah, sopan dan tertutup. Kemudian kedua penari, pria dan wanita membawakan pakem-pakem tarian yang berbeda. Setelah melihat tarian ini, muncul pertanyaan: apa yang menyebabkan tarian ini muncul dengan tampilan demikian?
Dari tampilan gerakan tarian ini (juga dalam gerakan tarian pada umumnya) dapat terbaca sebuah stereotype gerakan antara pria dan wanita. Yaitu gerakan dan pakem yang berbeda walaupun secara keseluruhan maknanya sama. Gerakan wanita lebih hati-hati dan malu-malu sedangkan gerakan pria lebih berani dan agresif. Sebagai karya seni, penari yang membawakan tarian ini secara tepat dan benar akan mempengaruhi emosional penonton. Selain itu sebagai simbol-simbol yang dapat dibaca bahwa itu merupakan ‘laki-laki’ dan itu merupakan ‘perempuan’. Terutama pada kebudayaan Melayu pada saat itu yang adat dan pergaulannya demikian.
Jawaban dari hal tersebut bisa kita dapatkan salahsatu metoda antropologi budaya dengan pendekatan dari sudut psikologi atau ilmu jiwa penciptanya. Sauti lahir dibawah kesultanan Serdang, provinsi Sumatra Utara salah satu tempat masyarakat Melayu bermukim. Ia menciptakan tarian ini pada tahun 1940-1960-an. Sejak dulu, dalam bertingkah laku, masyarakat Melayu memiliki ilmu yang diwariskan secara turun temurun yang dinamakan Tunjuk Ajar Melayu. Serampang Duabelas merupakan salah satu kesenian yang digunakan sebagai pendidikan bagi masyarakatnya, khususnya tentang adab-adab dalam menjalin hubungan cinta dengan lawan jenis. Dalam pantun Tunjuk Ajar Melayu disebutkan sebagai berikut:
Yang kasih berpada-pada
Yang sayang berhingga-hingga
Yang kasih tidak membutakan
Yang sayang tidak memekakkan
Orang Melayu menyadari, bahwa kasih dan sayang yang berlebihan, kehilangan kreativitas dan kepercayaan terhadap diri sendiri, pemalas, perajuk, dan sebagainya hingga menjadi rusak. Hal ini juga diajarkan dalam tari Serampang Duabelas bahwa dalam menjalin hubungan asmara terdapat prosedur yang harus dilalui yaitu harus ada pinang-meminang sebelum selanjutnya sah bertemu dalam sebuah rumah tangga. Maka dari itu kita dapat melihatnya dari ke 12 gerakan tarian ini. Selain gerakan yang terakhir, yaitu menyatukan antar kedua saputangan, tidak terdapat kontak tubuh secara langsung pada gerakan sebelumnya. Bahkan untuk menyimbolkan pasangan yang telah terikat dengan perkawinan pun menggunakan saputangan antar penari pria dan wanita. Disini juga masih menggambarkan adab interaksi antar lawan jenis karena dipahami belum tentu ada hubungan pernikahan antar penari pria dan wanita. Tunjuk Ajar Melayu juga berkembang karena pengaruh berkembangnya ajaran Islam ke salah satu tanah Melayu di Senapelan yang kemudian sekarang disebut Pekanbaru sejak masa  raja Siak Sri Indrapura yang keempat, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, bergelar Tengku Alam (1766-1780 M.), menetap di Senapelan, yang kemudian membangun istananya di Kampung Bukit berdekatan dengan Dusun Senapelan (di sekitar Mesjid Raya Pekanbaru sekarang).
Menurut Tengku Mira Sinar, Tarian ini merupakan hasil perpaduan gerak antara tarian Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis dapat dilihat pada keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik pengiringnya. Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci anak manusia yang muncul sejak pandangan dan diakhiri dengan pernihkahan yang direstui oleh kedua orang tua muda dan mudi. Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati, maka tarian ini biasanya  dimainkan secara  berpasangan, laki-laki dan perempuan.
Pada awal perkembangannya tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya. Diperbolehkannya perempuan memainkan Tari Serampang Duabelas tidak hanya berkembang dan dikenal oleh masyarakat di wilayah kesultanan Serdang, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku.
Nilai-nilai Islam yang ada pada saat itu tidak hanya mempengaruhi dari segi gerak tari, tapi juga pemilihan kostum. Biasanya tarian ini menggunakan pakaian adat melayu di pesisir timur pulau sumatera walaupun bukan peralatan  yang utama, keberadaan pakaian ini sangat penting. Ada dua alasan yaitu pertama warna pakaian yang berwarna warni dan kedua  penggunaan  pakaian adat menunjukkan asal tarian Serampang Duabelas.
Bagaimanapun, antara pendidikan dengan budaya yang sedang berlangsung terdapat hubungan. Kaum yang lebih tua akan terus menerus memberikan pendidikan kepada kaum yang lebih muda tentang nilai dan norma yang dianut. Begitu juga Sauti, pencipta tarian ini yang pernah menjadi generasi muda yang menerima pendidikan sekaligus mengamati nilai dan norma ataupun kebudayaan di sekitarnya sampai pada kemudian ia dapat mampu untuk mengambil intisari dari budaya tersebut dan disimbolkan menjadi gerakan tarian.



DAFTAR PUSTAKA

·         Chyta. Tari Serampang Duabelas. http://wwwchytapisces.blogspot.com/2012/02/tari-serampangduabelas-asal-usultari.html. Minggu, 26 Februari 2014. 00.13

·         Irfansyah Putra. Sejarah Peradaban Kebudayaan Melayu Riau. http://irfansyahp.blogspot.com/2013/07/sejarah-peradaban-kebudayaan-melayu-riau.html. 2012.

No comments:

Post a Comment