Saturday, May 31, 2014

Isi Cerita Relief-Relief Lorong Pertama Rupadhatu Sebelah Bawah

Pangeran Sudhadan dan Bidadari Surga Manohara.
Relief no 1 sedangkan kemakmuran dan ketentraman terdapat di Pancala Utara
Relief no 2 raja melihat banyak rimba dan desa dalam perjalanannya.
Relief no 3 sebab-sebab dari perbedaan itu terletak terutama dengan adanya raja ular (naga) yang memberikan hujan, yang diam didalam telaga lotus didalam batas pancala Utara. Oleh karena itu raja Panjala Selatan memerintahkan supaya tukang gendam ular menunjuk ular itu pidah kenegerinya.
          Tukang gendang itu pergi ke utara, setelah datang disana mengadakan upacara api, akan tetapi ia dibunuh oeh pemburu, jadi naga tetap diam di Panjala utara.
Relief no 4 kemudia pemburu menerima dari orang tua Naga hadiah berupa harta benda, yang tidak sedikit jumlahnya dan sebuah jerat pemburu yang tak pernah luput.
Relief no 5 dengan riangnya, karena menerima alat perburuan yang amat elok itu, ia pergi untuk menangkap buruan. Yang pertama-tma ia tangkap adalah bidadari kedewaan yang sama-sama dengan teman-temannya, bercengkrama di telaga dekat pertapaan yang telah tua.
Relief no 6 tidak tahu yang harus diperbuatnya dengan bidadari kedewaan yang ternyata bernama Manohara –ia memberikan bidadari itu kepada pangeran pati , Sudhana namanya, yang sedang berburu didekatnya. Sudhana jatuh cinta kepada bidadari itu dan mau mengawininya.
Relief no 7 dalam pada itu datanglah berita kepada raja bahwa disalah satu tempat dalam kerajaannya timbul huru hara. Menuruti nasihat pendeta keraton, yang mempunyai maksud yang busuk terhadap pengeran pati, raja mengirimkan puteranya yang keempat yang berbahaya itu, untuk menumpas huruhara.
Relief no 8 pangeran muda itu menerima tugas yang terhormat, tetapi berat itu. Ia pergi dengan istrinya yang muda remaja itu ke kepuntren (tempt tinggal puteri-puteri) dan menyerahkan istrinya itu dalam penjagaan ibunya.
Relief no 9 pangeran muda itu berangkat dengan balatentaranya, dengan sekonyong-konyong ia berjumpa ditengah hutan dengan segerombolan setan yang tidak disangka-sangka memberi pertolongan kepadanya.
Relief no 10 dalam pada itu, ketika Suladhana menumpas pemberontak, raja bermimpi yang disalahtafsirkan oleh pendeta kraton, yaitu bahwa kerajaan ada dalam bahaya besar dan hanya dapat diselesaikan dengan memberikan kurban berupa bidadari kedewaan hidup-hidup, dengan jalan ini ia mengharap akan menghantam Sudhana, setelah usahanya yang pertama itu gagal.
Relief no 11 Mati terkejut karena teranjam jiwanya itu, maka karena pertolongan ibu Sudhana, Manohara diam-diam melarikan diri dari istana dengan melayang-layang diangkasa menuju ke rumah ayahnya, Druma, raja dari segala bidadari-bidadari.
Relief no 12 Dalam pada itu, Sudhana telah kembali dengan mebawa harta benda sumbangan dan upeti yang dipersembahkan oleh pemberontak-pemberontak kepadanya.
Relief no 13 Akan tetapi dari pada kegembiraan, yang didapati bahkan hanya kesedihan belaka, karena hilangnya istrinya itu. Ibunya memberikan lagi petunjuk-petunjuk kepadanya, dan memberitahukan kepadanya perkembangan hal ihwal semuanya.
Relief no 14 Dinegeri bidadari. Manohara pada waktu itu telah sampai di istana tempat tinggal ayahnya dan menceritakan segala apa yang dialaminya sehingga sangat menimbulkan kemarahan ayahnya.
Relief no 15 Sudhana tidak kehilangan akal dan segera berangkat mencari istrinya dengan pertama-tama minta bicara dengan petapa, tempat istrinya ditangkap dekat petapaannya. Orangtua itu memperlihatkan kepadanya sebuah cincin, yang dipakaikan kepadanya dan ternyata dapat menunjukan jalan dimana Manohara berada.
Relief no 16 segera Sudhana tiba di istana Druma. Beberapa pelayan perempuan sedang menimba air untuk mandi Manohara. Dengan menjatuhkan cincin dalam salah satu dari tempat air itu, ia dengan secara diam-diam memberi tahu kepada istrinya akan kedatangannya disitu.
Relief no 18 Sudharma memperhatikan dan memberikan ini dalam perlombaan memanah dan bisa menunjuk dengan segera Manohara diantara banyak bidadari-bidadari yang dalam segala-galanya sama.
Relief no 19 pertemuan kembali kedua asyik masyuk diramaikan dengan tarian-tarian.
Relief no 20 dan mereka kembali kerumah mereka dan oleh karena terimakasihnya mereka ingin bberlatih baik budi dan sebanyak-banyak bermurah hati.
Relief no 21-30 tidak diterangkan.
Relief no 31-32 dengan cara yang tiadak ada bandingannya seorang raja melatih diri tentang sifat utama, bermurah hati.
Relief no 33 akan tetapi tidak semata-mata untuk memperoleh kebahagiaan jiwanya, melainkan untuk memaksa dewa-dewa supaya memberikan kepadanya seorang anak laki-laki.
 Relief no 34 dalam hal ini dia berhasil karena tidak lama setelah itu dalam pengembaraannya didalam hutan sedang ia sangat dahaga didekat pertapaan seorang petapa, ia minum habis kurban air suci untuk bisa mengandung.
Relief no 35 ia endapat seorang anak laki-laki yang sehat dan lekas menjadi besar. Diberi nama Mandhatar (anak itu berdiri diantara raja dan permaisuri).
Relief no 36 Mandhatar ternyata ditakdirkan untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan besar dan teristimewa mempunyai watak, bahwa semua keinginannya harus selalu dipenuhi seperti apa yang telah dikatakan oleh seorang brahmana.
Relief no 37 untuk perkabaran itu raja memberikan kepada brahmana banyak hadiah.
Relief no 38 dan bahwa apa yang dikatakan oleh juru nujum itu benar, ternyata dengan datangnya dewa Indra sendiri.
Relief no 39 kemudian pangeran yang sehat itu setelah anaknya meninggal, kemudian dinobatkan menjadi raja.
Relief no 40 dengan segera mendapat bukti-bukti yang mengatakan akan kesungguhan perkataan juru nujum itu; petapa-petapa berhati jahat mengutuki burung-burung bangau, binatang-binatang itu lumpuh tidak bisa terbang. Burung-burung itu terbang tinggi ketika raja menghendaki supaya mereka itu pergi.
Relief no 41 atas kehendaknya, raja menurunkan padi dari langit yang segera lekas-lekas disimpan.
Relief no 42 menurunkan kain dan selendang dari surga.
Relief no 43 akhirnya ia menghujani dari mega-mega kalung mutiara dan permata lainnya diatas orang-orang hamba istananya.
Relief no 44 yakin sekali, akan kejayaan gaibnya itu, ia naik ke udara untuk menaklukan dunia.
Relief no 45 dan beristirahat sejenak hanya untuk bertanjakan adakah yang masih ada untuk ditaklukkan.
Relief no 46 kemenangan yang diperoleh itu sebegitu hebatnya, sehingga akhirnya ia duduk sejajar dengan indra pada suatu singgasana, dan berunding dengan dewa-dewa yang akan ia beri pertolongan.
Relief no 47 pertolongan itu ia berikan, dan ia mengalahkan pasukan raksasa yang menyerang sorga.
Relief no 48 akan tetapi keangkuhan akhirnya jatuh –ketika seorang dari pengikut-pengikutnya memperingatkan kepadanya, bahwa bukannya dewa-dewa, akan tetapi hanya dia, Mandhatar, yang mendapat kemenagan.
Relief no 49 ia meminta kekuasaan dewa Indra, akan tetapi sama sekali ia kehilangan perlindungan dewa itu –Indra berbalik membenci keangkuhan seorang penghuni marcapada.
Reliaf no 50-55 tidak diceritakan.
Raja yang belas kasihan
Relief no 56 raja dari kaum Sjibi pada suatu hari duduk didalam istananya, datanglah terbang seekor burung dara duduk di belakang diatas singgasananya. Ternyata burung dara mencari perlindungan dari burung rajawali, yang hinggap padaa pohon. Berdasarkan atas laparnya yang sangat pedih itu ia menuntut kembali mangsanya dan raja harus menentukan pilihannya yang sukar, memilih belas kasihannya terhadap kedua binatang itu. Akhirnya persoalan itu diselesaikan dengan membarikan daging dari badannya sendiri kepada rajawali, seberat burung dara itu.
Relief no 57 ia sangat dipuji karena putusannya itu.
Raja yang tabah
Relief no 58 seorang raja pada suatu kali minta kepada brahmana yang dikerahkannya, supaya memberikan pelajaran yang sebenarnya.;
Relief no 59 kemudian Indra menyamar sebagai setan menyatakan bersedia meluluskan permintaan itu, kalau raja sesungguhnya itu suka bibakar.
Relief no 60 setelah terbukti bahwa raja itu tetap tabah dan sama sekali tidak takut, Indra malih dalam bentuknya yang semula dan menghormati raja itu.
Relief no 61-63 tidak diterangkan.
 Raja Rudayana dan putranya Sjikandin.
Relief no 64 dalam kerajaan Roruka memerintah raja Rudrayana yang mendengar dari pedagang-pedagang dari Magadha tentang Bimbisara dari Rajagraha yang sangat mahsyur sebagai pelindung agama Buddha.
Relief no 65 Raja itu bermaksud hendak mengirimkan surat pernyataan kekaguman kepada raja yang mahsyur itu.
Relief no 66 surat itu dijawab dengan mengirimkan bingkisan-bingkisan berupa lauk pauk yang sangat mahal.
Relief no 67 Sekali lagi datanglah utusan-utusan dan Roruka ke Magadha, kali ini dengan peti berisi permata.
Relief no 68 dibalasnya dengan pakaian yang sangat berharga.
Relief no 69 akhirnya Rudayana mengirimkan baju zirah yang jarang didapat, terhias dengan permata.
Relief no 70 bagi Bimbisara tidak ada yang lebih baik dari pada mengirimkan potret sang Buddha, digulung dan diantarkan diatas kendaraan gajah.
Relief no 71 karena sangat ingin tahu akan arti dan ajaran dari orang-orang yag digambar itu,
Relef no 72 raja meminta penjelasan kepada pertapa bernama Mahakatyayana.
Relief no 73 sedangkan seorang nin memberikan ajaran-ajaran agama Buddha dalam kepuntren.
Relief no 74 keduanya berhasil: permaisuri sebelum meninggal menjadi non agama Buddha.
Relief no 75 dan memberikan keputusannya untuk turun tahta enjadi seorang petapa.
Relief no 77 demikianlah telah berlaku dan keyakinan itu sangat teguh, hingga segala bujukan-bujukan dari raja Bimbisara yang menemuinya di Rajagraha tidak menggoncangkan keyakinan itu.
Relief no 78 sementara itu, raja yang telah menjadi petapa itu mendengar berita , bahwa anak nya yang menjadi raja itu tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai raja dengan semestinya dan ia ingin campur  tangan; (disisi kanan) raja menghalangi terlaksananya maksud itu dengan memberikan perintah membunuh raja (ditengah).
Relief no 79 tatkala mendengar bahwa perintah itu telah dilaksanakan (disisi kanan) , ia merasa menyesal membunuh ayah dan orang suci selalu mengganggu perasaannya. Maka ia pergi kepada ibunya minta nasihat (kiri); ia menghiburnya dengan mengatakan bahwa yang dibunuh itu bukan ayahnya.
Relief no 80 kesuciannya itupun sangat disangikan benar, karena beberapa orang istana mengeluarkan kucing dari stupa suci dan disuruh menjalankan upacara suci, jadi semuanya itu menunjukan, bahwa panghormatan kepada para suci tiu hanya penipuan kotor semata-mata.
Relief no 81 maka raja itu sangat marah kepada pendeta yang memberitahukan kepada ayahnya dan ia memerintahkan supaya petapa itu ditanam hidup-hidup; dua pegawai kraton baik budi melepaskan pertapa dari pekuburannya dan petapa memberitahukan kepada mereka itu bahwa kota akan segera ditimbun dnegan pasir.
Relief no 82 untuk membuktikan kesaktiannya pertapa menghujankan perhiasan emas, dan dengan perhiasan itu pegawai-pegawai keraton belajar ketampat yang aman untuk menyelamatkan diri.
Relief no 83 petapa itu dnegan temannya beserta dengan dewi kota berangkat melalui angkasa meninggalkan kota yang rusak itu, dewi kota tinggal di Khara, dimana diatas piring kayu pengemisan pertapa itu didirikan stupa.
Relief no 84 teman sejawat pertapa menjadi raja di Lambaka.
Relief no 85 stupa yang kedua didirikan diatas tongkat pertapa di Wokkana.
Relief no 86-88 kedua pegawai kraton masing-masing mendirikan kota;
Relief no 88 dan akhirnya pertapa dengan selamat kembali diwihara Syiraswasti.
Kinara-kinara.
Relief no 89 seorang raja pada suatu kali didalam perburuannya dihutan rimba mendengar suara tangis.
Relief no 90 sesudahnya diselidiki, ternyata suara itu datangnya dari sepasang kinara; mereka itu menangis karena dalam seribu tahun hidup bersama 697 tahun yang lalu, selama satu malam mereka itu terpaksa terpisah.
Relief no 91-105 tidak diterangkan.
Meitrakanyakan dan ibunya.
Relief no 106 Anak laki-laki seorang padagang bernama Maitrakanyaka, yang tidak tahu bahwa ayahnya adalah seorang pedagang berlajar; ibunya tidak pernah memberi tahukannya, karena sangat takut akan kehilangan anaknya itu. Tatkala ia sebagai tukang warung dan pedagang wewangian (seperti yang disangkanya itulah pekerjaan yahnya juga) ia mendapat laba berturut-turut empat dan delapan uang emas, ia memberikan uang itu kepada ibunya untuk dibelanjakan.
Relief no 107 dan begitu pula dengan enambelas dan tiga puluh dua uang emas –setelah ia mendengar bahwa itupun pekerjaan ayahnya juga (kanan).
Relief no 108 kemudian, ketika ia mendengar bahwa ayahnya itu adalah seorang berlajar dan ibunya menelungkupi kakinya dan minta dengan sangat-sangat untuk tinggal dirumah pula, ia menjadi kesal hatinya dan menendang ibunya (kiri).

Relief no 113-120 tidak dijelaskan.


No comments:

Post a Comment