Pangeran Sudhadan dan Bidadari Surga Manohara.
Relief no 1
sedangkan kemakmuran dan ketentraman terdapat di Pancala Utara
Relief no 2
raja melihat banyak rimba dan desa dalam perjalanannya.
Relief no 3
sebab-sebab dari perbedaan itu terletak terutama dengan adanya raja ular (naga)
yang memberikan hujan, yang diam didalam telaga lotus didalam batas pancala
Utara. Oleh karena itu raja Panjala Selatan memerintahkan supaya tukang gendam
ular menunjuk ular itu pidah kenegerinya.
Tukang gendang itu pergi ke utara,
setelah datang disana mengadakan upacara api, akan tetapi ia dibunuh oeh
pemburu, jadi naga tetap diam di Panjala utara.
Relief no 4
kemudia pemburu menerima dari orang tua Naga hadiah berupa harta benda, yang
tidak sedikit jumlahnya dan sebuah jerat pemburu yang tak pernah luput.
Relief no 5
dengan riangnya, karena menerima alat perburuan yang amat elok itu, ia pergi
untuk menangkap buruan. Yang pertama-tma ia tangkap adalah bidadari kedewaan
yang sama-sama dengan teman-temannya, bercengkrama di telaga dekat pertapaan
yang telah tua.
Relief no 6
tidak tahu yang harus diperbuatnya dengan bidadari kedewaan yang ternyata
bernama Manohara –ia memberikan bidadari itu kepada pangeran pati , Sudhana
namanya, yang sedang berburu didekatnya. Sudhana jatuh cinta kepada bidadari
itu dan mau mengawininya.
Relief no 7
dalam pada itu datanglah berita kepada raja bahwa disalah satu tempat dalam kerajaannya
timbul huru hara. Menuruti nasihat pendeta keraton, yang mempunyai maksud yang
busuk terhadap pengeran pati, raja mengirimkan puteranya yang keempat yang
berbahaya itu, untuk menumpas huruhara.
Relief no 8
pangeran muda itu menerima tugas yang terhormat, tetapi berat itu. Ia pergi
dengan istrinya yang muda remaja itu ke kepuntren (tempt tinggal puteri-puteri)
dan menyerahkan istrinya itu dalam penjagaan ibunya.
Relief no 9
pangeran muda itu berangkat dengan balatentaranya, dengan sekonyong-konyong ia
berjumpa ditengah hutan dengan segerombolan setan yang tidak disangka-sangka
memberi pertolongan kepadanya.
Relief no 10
dalam pada itu, ketika Suladhana menumpas pemberontak, raja bermimpi yang
disalahtafsirkan oleh pendeta kraton, yaitu bahwa kerajaan ada dalam bahaya
besar dan hanya dapat diselesaikan dengan memberikan kurban berupa bidadari
kedewaan hidup-hidup, dengan jalan ini ia mengharap akan menghantam Sudhana,
setelah usahanya yang pertama itu gagal.
Relief no 11
Mati terkejut karena teranjam jiwanya itu, maka karena pertolongan ibu Sudhana,
Manohara diam-diam melarikan diri dari istana dengan melayang-layang diangkasa
menuju ke rumah ayahnya, Druma, raja dari segala bidadari-bidadari.
Relief no 12
Dalam pada itu, Sudhana telah kembali dengan mebawa harta benda sumbangan dan
upeti yang dipersembahkan oleh pemberontak-pemberontak kepadanya.
Relief no 13
Akan tetapi dari pada kegembiraan, yang didapati bahkan hanya kesedihan belaka,
karena hilangnya istrinya itu. Ibunya memberikan lagi petunjuk-petunjuk
kepadanya, dan memberitahukan kepadanya perkembangan hal ihwal semuanya.
Relief no 14
Dinegeri bidadari. Manohara pada waktu itu telah sampai di istana tempat
tinggal ayahnya dan menceritakan segala apa yang dialaminya sehingga sangat
menimbulkan kemarahan ayahnya.
Relief no 15 Sudhana tidak kehilangan akal dan segera
berangkat mencari istrinya dengan pertama-tama minta bicara dengan petapa,
tempat istrinya ditangkap dekat petapaannya. Orangtua itu memperlihatkan
kepadanya sebuah cincin, yang dipakaikan kepadanya dan ternyata dapat
menunjukan jalan dimana Manohara berada.
Relief no 16
segera Sudhana tiba di istana Druma. Beberapa pelayan perempuan sedang menimba
air untuk mandi Manohara. Dengan menjatuhkan cincin dalam salah satu dari
tempat air itu, ia dengan secara diam-diam memberi tahu kepada istrinya akan
kedatangannya disitu.
Relief no 18
Sudharma memperhatikan dan memberikan ini dalam perlombaan memanah dan bisa
menunjuk dengan segera Manohara diantara banyak bidadari-bidadari yang dalam
segala-galanya sama.
Relief no 19
pertemuan kembali kedua asyik masyuk diramaikan dengan tarian-tarian.
Relief no 20
dan mereka kembali kerumah mereka dan oleh karena terimakasihnya mereka ingin
bberlatih baik budi dan sebanyak-banyak bermurah hati.
Relief no 21-30 tidak diterangkan.
Relief no 31-32 dengan cara yang tiadak ada bandingannya
seorang raja melatih diri tentang sifat utama, bermurah hati.
Relief no 33
akan tetapi tidak semata-mata untuk memperoleh kebahagiaan jiwanya, melainkan
untuk memaksa dewa-dewa supaya memberikan kepadanya seorang anak laki-laki.
Relief
no 34 dalam hal ini dia berhasil karena
tidak lama setelah itu dalam pengembaraannya didalam hutan sedang ia sangat
dahaga didekat pertapaan seorang petapa, ia minum habis kurban air suci untuk
bisa mengandung.
Relief no 35
ia endapat seorang anak laki-laki yang sehat dan lekas menjadi besar. Diberi
nama Mandhatar (anak itu berdiri diantara raja dan permaisuri).
Relief no 36
Mandhatar ternyata ditakdirkan untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan besar dan
teristimewa mempunyai watak, bahwa semua keinginannya harus selalu dipenuhi
seperti apa yang telah dikatakan oleh seorang brahmana.
Relief no 37
untuk perkabaran itu raja memberikan kepada brahmana banyak hadiah.
Relief no 38
dan bahwa apa yang dikatakan oleh juru nujum itu benar, ternyata dengan
datangnya dewa Indra sendiri.
Relief no 39
kemudian pangeran yang sehat itu setelah anaknya meninggal, kemudian dinobatkan
menjadi raja.
Relief no 40
dengan segera mendapat bukti-bukti yang mengatakan akan kesungguhan perkataan
juru nujum itu; petapa-petapa berhati jahat mengutuki burung-burung bangau,
binatang-binatang itu lumpuh tidak bisa terbang. Burung-burung itu terbang
tinggi ketika raja menghendaki supaya mereka itu pergi.
Relief no 41
atas kehendaknya, raja menurunkan padi dari langit yang segera lekas-lekas
disimpan.
Relief no 42
menurunkan kain dan selendang dari surga.
Relief no 43
akhirnya ia menghujani dari mega-mega kalung mutiara dan permata lainnya diatas
orang-orang hamba istananya.
Relief no 44
yakin sekali, akan kejayaan gaibnya itu, ia naik ke udara untuk menaklukan
dunia.
Relief no 45
dan beristirahat sejenak hanya untuk bertanjakan adakah yang masih ada untuk
ditaklukkan.
Relief no 46
kemenangan yang diperoleh itu sebegitu hebatnya, sehingga akhirnya ia duduk
sejajar dengan indra pada suatu singgasana, dan berunding dengan dewa-dewa yang
akan ia beri pertolongan.
Relief no 47
pertolongan itu ia berikan, dan ia mengalahkan pasukan raksasa yang menyerang
sorga.
Relief no 48
akan tetapi keangkuhan akhirnya jatuh –ketika seorang dari pengikut-pengikutnya
memperingatkan kepadanya, bahwa bukannya dewa-dewa, akan tetapi hanya dia,
Mandhatar, yang mendapat kemenagan.
Relief no 49
ia meminta kekuasaan dewa Indra, akan tetapi sama sekali ia kehilangan
perlindungan dewa itu –Indra berbalik membenci keangkuhan seorang penghuni
marcapada.
Reliaf no 50-55 tidak diceritakan.
Raja yang belas kasihan
Relief no 56
raja dari kaum Sjibi pada suatu hari duduk didalam istananya, datanglah terbang
seekor burung dara duduk di belakang diatas singgasananya. Ternyata burung dara
mencari perlindungan dari burung rajawali, yang hinggap padaa pohon.
Berdasarkan atas laparnya yang sangat pedih itu ia menuntut kembali mangsanya
dan raja harus menentukan pilihannya yang sukar, memilih belas kasihannya
terhadap kedua binatang itu. Akhirnya persoalan itu diselesaikan dengan
membarikan daging dari badannya sendiri kepada rajawali, seberat burung dara
itu.
Relief no 57 ia sangat dipuji karena putusannya itu.
Raja yang tabah
Relief no 58
seorang raja pada suatu kali minta kepada brahmana yang dikerahkannya, supaya
memberikan pelajaran yang sebenarnya.;
Relief no 59
kemudian Indra menyamar sebagai setan menyatakan bersedia meluluskan permintaan
itu, kalau raja sesungguhnya itu suka bibakar.
Relief no 60
setelah terbukti bahwa raja itu tetap tabah dan sama sekali tidak takut, Indra
malih dalam bentuknya yang semula dan menghormati raja itu.
Relief no 61-63 tidak diterangkan.
Raja
Rudayana dan putranya Sjikandin.
Relief no 64
dalam kerajaan Roruka memerintah raja Rudrayana yang mendengar dari
pedagang-pedagang dari Magadha tentang Bimbisara dari Rajagraha yang sangat
mahsyur sebagai pelindung agama Buddha.
Relief no 65
Raja itu bermaksud hendak mengirimkan surat pernyataan kekaguman kepada raja
yang mahsyur itu.
Relief no 66
surat itu dijawab dengan mengirimkan bingkisan-bingkisan berupa lauk pauk yang
sangat mahal.
Relief no 67
Sekali lagi datanglah utusan-utusan dan Roruka ke Magadha, kali ini dengan peti
berisi permata.
Relief no 68
dibalasnya dengan pakaian yang sangat berharga.
Relief no 69
akhirnya Rudayana mengirimkan baju zirah yang jarang didapat, terhias dengan
permata.
Relief no 70
bagi Bimbisara tidak ada yang lebih baik dari pada mengirimkan potret sang
Buddha, digulung dan diantarkan diatas kendaraan gajah.
Relief no 71
karena sangat ingin tahu akan arti dan ajaran dari orang-orang yag digambar
itu,
Relef no 72
raja meminta penjelasan kepada pertapa bernama Mahakatyayana.
Relief no 73
sedangkan seorang nin memberikan ajaran-ajaran agama Buddha dalam kepuntren.
Relief no 74
keduanya berhasil: permaisuri sebelum meninggal menjadi non agama Buddha.
Relief no 75
dan memberikan keputusannya untuk turun tahta enjadi seorang petapa.
Relief no 77
demikianlah telah berlaku dan keyakinan itu sangat teguh, hingga segala
bujukan-bujukan dari raja Bimbisara yang menemuinya di Rajagraha tidak
menggoncangkan keyakinan itu.
Relief no 78
sementara itu, raja yang telah menjadi petapa itu mendengar berita , bahwa anak
nya yang menjadi raja itu tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai raja dengan
semestinya dan ia ingin campur tangan;
(disisi kanan) raja menghalangi terlaksananya maksud itu dengan memberikan
perintah membunuh raja (ditengah).
Relief no 79
tatkala mendengar bahwa perintah itu telah dilaksanakan (disisi kanan) , ia
merasa menyesal membunuh ayah dan orang suci selalu mengganggu perasaannya.
Maka ia pergi kepada ibunya minta nasihat (kiri); ia menghiburnya dengan
mengatakan bahwa yang dibunuh itu bukan ayahnya.
Relief no 80 kesuciannya itupun sangat disangikan benar,
karena beberapa orang istana mengeluarkan kucing dari stupa suci dan disuruh
menjalankan upacara suci, jadi semuanya itu menunjukan, bahwa panghormatan
kepada para suci tiu hanya penipuan kotor semata-mata.
Relief no 81
maka raja itu sangat marah kepada pendeta yang memberitahukan kepada ayahnya
dan ia memerintahkan supaya petapa itu ditanam hidup-hidup; dua pegawai kraton
baik budi melepaskan pertapa dari pekuburannya dan petapa memberitahukan kepada
mereka itu bahwa kota akan segera ditimbun dnegan pasir.
Relief no 82
untuk membuktikan kesaktiannya pertapa menghujankan perhiasan emas, dan dengan
perhiasan itu pegawai-pegawai keraton belajar ketampat yang aman untuk
menyelamatkan diri.
Relief no 83
petapa itu dnegan temannya beserta dengan dewi kota berangkat melalui angkasa
meninggalkan kota yang rusak itu, dewi kota tinggal di Khara, dimana diatas
piring kayu pengemisan pertapa itu didirikan stupa.
Relief no 84
teman sejawat pertapa menjadi raja di Lambaka.
Relief no 85
stupa yang kedua didirikan diatas tongkat pertapa di Wokkana.
Relief no 86-88 kedua pegawai kraton masing-masing mendirikan
kota;
Relief no 88
dan akhirnya pertapa dengan selamat kembali diwihara Syiraswasti.
Kinara-kinara.
Relief no 89
seorang raja pada suatu kali didalam perburuannya dihutan rimba mendengar suara
tangis.
Relief no 90
sesudahnya diselidiki, ternyata suara itu datangnya dari sepasang kinara;
mereka itu menangis karena dalam seribu tahun hidup bersama 697 tahun yang
lalu, selama satu malam mereka itu terpaksa terpisah.
Relief no 91-105 tidak diterangkan.
Meitrakanyakan dan ibunya.
Relief no 106 Anak laki-laki seorang padagang bernama
Maitrakanyaka, yang tidak tahu bahwa ayahnya adalah seorang pedagang berlajar;
ibunya tidak pernah memberi tahukannya, karena sangat takut akan kehilangan
anaknya itu. Tatkala ia sebagai tukang warung dan pedagang wewangian (seperti
yang disangkanya itulah pekerjaan yahnya juga) ia mendapat laba berturut-turut
empat dan delapan uang emas, ia memberikan uang itu kepada ibunya untuk
dibelanjakan.
Relief no 107 dan begitu pula dengan enambelas dan tiga
puluh dua uang emas –setelah ia mendengar bahwa itupun pekerjaan ayahnya juga
(kanan).
Relief no 108 kemudian, ketika ia mendengar bahwa ayahnya
itu adalah seorang berlajar dan ibunya menelungkupi kakinya dan minta dengan
sangat-sangat untuk tinggal dirumah pula, ia menjadi kesal hatinya dan
menendang ibunya (kiri).
Relief no 113-120 tidak dijelaskan.
No comments:
Post a Comment