Saturday, May 31, 2014

SEKELUMIT CANDI BOROBUDUR

Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Merupakan candi Buddha terbesar kedua setelah candi Ankor Wat di Kamboja dan pernah termasuk dalam salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Diperkirakan dibangun pada masa dinasti Sanjaya oleh arsitek bernama Gunadharma. Merupakan candi Buddha terbesar kedua setelah candi Angkor Wat di Kamboja yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.
Berbentuk segi empat dengan panjang 123 m dan tingginya 42 m. Batu yang dipergunakan kurang lebih 55000 m3 (42000 m33 + 2750 m3 penutup kaki kesamping).
Belum pernah ada yang mengetahui secara pasti darimana nama Borobudur berasal. Ada beberapa versi mengenai asal usul nama candi ini. Versi pertama mengatakan bahwa nama Borobudur berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “bara” yang berarti “kompleks candi atau biara” dan “beduhur” yang berarti “tinggi/di atas”. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Versi kedua mengatakan bahwa nama Sejarah Candi Borobudur kemungkinan berasal dari kata “sambharabudhara” yang berarti “gunung yang lerengnya berteras-teras”. Versi ketiga yang ditafsirkan oleh Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari kata “bhoro” yang berarti “biara” atau “asrama” dan “budur” yang berarti “di atas”.
Pendapat Poerbotjoroko ini dikuatkan oleh Prof. Dr. W.F. Stutterheim yang berpendapat bahwa Bodorbudur berarti “biara di atas sebuah bukit”. Sedangkan, versi lainnya lagi yang dikemukakan oleh Prof. J.G. de Casparis berdasarkan prasati Karang Tengah, menyebutkan bahwa Borobudur berasal dari kata “bhumisambharabudhara” yang berarti “tempat pemujaan bagi arwah nenek moyang”.
            Berdasarkan prasasti Karang Tengah dan ditambah dengan prasasti Kahuluan, J.G. de Casparis dalam disertasinya tahun 1950 mengatakan bahwa Sejarah Candi Borobudur diperkirakan didirikan oleh Raja Samaratungga dari wangsa Sayilendra sekitar tahun Sangkala rasa sagara kstidhara atau tahun Caka 746 (824 Masehi) dan baru dapat diselesaikan oleh puterinya yang bernama Dyah Ayu Pramodhawardhani pada sekitar tahun 847 Masehi. Pembuatan candi ini menurut prasasti Klurak (784 M) dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya dan seorang pangeran dari Kashmir yang bernama Visvawarma.
Versi Lainnya menyebutkan bahwa candi borobudur merupakan salah satu obyek wisata yang terkenal di Indonesia  yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Maka dari itu disebut candi Borobudur.
Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan “para Buddha” yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Kahulunan (Pramudawardhani).Casparis memperkirakan bahwa Bhumi Sambhadra Bhudhara dalam bahasa sansekerta yang berarti “Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa”, adalah nama asli Borobudur.
Letak candi ini diatas perbukitan yang terletak di Desa Borobudur, Mungkid, Magelang atau 40 km sebelah laut kota Yogyakarta. Sementara di sebelah timur terdapat Gunung Merapi dan Merbau, serta disebelah barat ada Gunumg Sindoro dan Gunung Sumbing. Di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi ini terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo danSungai Elo di sebelah timur. Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa' karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya.
Borobudur diperkirakan dibangun di atas bukit dengan ketinggian 265 m (870 kaki) dari permukaan laut dan 15 m (49 kaki) di atas dasar danau purba yang telah mengering.  Pada 1931, seorang seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Dataran Kedu dulunya adalah sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Bunga teratai baik dalam bentuk padma (teratai merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih) dapat ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha. Seringkali teratai itu digenggam oleh Boddhisatwa sebagai laksana (lambang regalia), menjadi alas duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik stupa. Bentuk arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga teratai, dan postur Budha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam naskah keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha yang kemudian menyebar ke Asia Timur). Tiga pelataran melingkar di puncak Borobudur juga diduga melambangkan kelopak bunga teratai. Akan tetapi teori Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan fantastis ini banyak menuai bantahan dari para arkeolog. Pada daratan di sekitar monumen ini telah ditemukan bukti-bukti arkeologi yang membuktikan bahwa kawasan sekitar Borobudur pada masa pembangunan candi ini adalah daratan kering, bukan dasar danau purba.
Sementara itu pakar geologi justru mendukung pandangan Nieuwenkamp dengan menunjukkan bukti adanya endapan sedimen lumpur di dekat situs ini. Sebuah penelitian stratigrafi, sedimen dan analisis sampel serbuk sari yang dilakukan tahun 2000 mendukung keberadaan danau purba di lingkungan sekitar Borobudur, yang memperkuat gagasan Nieuwenkamp. Ketinggian permukaan danau purba ini naik-turun berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan bukti menunjukkan bahwa dasar bukit dekat Borobudur pernah kembali terendam air dan menjadi tepian danau sekitar abad ke-13 dan ke-14. Aliran sungai dan aktivitas vulkanik diduga memiliki andil turut mengubah bentang alam dan topografi lingkungan sekitar Borobudur termasuk danaunya. Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi yang terletak cukup dekat dengan Borobudur dan telah aktif sejak masa Pleistosen. Pendapat-pendapat itulah yang menjadi alasan dugaan Borobudur dulunya didirikan diatas sebauh danau.
Dimensi denah candi Borobudur berukuran panjang 121,66 meter, lebar 121,38 meter, dan tiinggi 35,40 meter. Struktur bangunan berupa 9 teras berundak dengan stupa induk di puncak. Teknis Candi Borobudur terdiri dari lantai undag, selasar, lorong tk I s.d tk IV, teras I s.d III dan stupa Induk. Terbuat dari batu andesit tak kurang dari 2 juta balok atau setara dengan 50.000  m persegi. Berat keseluruhan candi mencapai 3,5 juta ton. Seperti umumnya bangunan candi, Bororbudur memiliki 3 bagian bangunan, yaitu kaki, badan dan atas.
Bagian bawah menjadi penyangga bagian atas. bagian bawah berupa kaki candi dan lima tingkatan tersusun diatasnya, makin keatas semakin kecil. Enam tingkatan ini bentuknya segi empat, masing-masing berukuran 110, 100, 87, 82, 69, dan 61 m. Pada tingkatan tingkatan segi empat ini ditempatkan bangunan-bangunan menonjol kesamping. Hingga menjadi berliku-liku dan bersudut 20. Bagian bangunan itu berupa pagar rendah dinamakan pagar langkan atau kumantra. Kumantra berhiaskan relief-relief pada dindingnya, torana-torana diatasnya, tangga-tangga dan gapura-gapura pada jalan-jalannya.
Kaki candi pada asalnya berukuran 110 m, dan di tengah-tengah tiap-tiap sisi ditempatkan tangga untuk naik keatas. Sisi luar kaki candi, yaitu profil kaki candi ditutup dengan  batu kesamping, sehingga panjangnya menjadi 123 m. Ditempat yang membelok 113 m dan merupaknan jalan keliling yang lebar. Lima tingkat Rupadhatu pada tiap tingkatnya didrikan kutamara sehingga menyekat-nyekat tingkat-tingkat keatas. Dinding kutamara bagian luar dihias dengan beraneka pajangan dan bagian dalam dihias dengan relief. Diatas kutamara dihias torana-torana dengan patung sang Buddha didalamnya. Torana-torana diatas dengan hiasan stupa dan torana-torana dibawah dihiaskan mutiara. Lengkung ambang torana dihiaskan dengan kalamakara. Tiap-tiap deretan deretan torana merupakan rangkaian atau karangan Buddha. Seluruhnya ada lima rangkaian Buddha.
Dengan adanya kutamara itu, maka tiap-tiap tingkat terdapat ruang diantara kutamara dan sisi tingkat yang diatasnya. Ruang itu dikanan kiri dibatasi oleh tingkatan yang ada diatasnya dan kutamara, sehingga merupakan lorong yang sempit tetapi cukup lebar untuk berjalan. Sebenarnya ada lima lorong. Akan tetapi tingkat persegi empat yang terakhir sisi luarnya masih persegi dan memakai kutamara, mengikuti bentuk-bentuk dibawahnya, akan tetapi sisi dalamnya sudah mengikuti bentuk bundardari tingatan-tingkatan bundar diatasnya tanpa kutamara. Ruang atau selasar diantara kutamara dan sisi tingkatan bundar itu tidak lagi merupakan lorong. Karena hanya diatasi dengan dinding tinggi pada sisi luarnya. Tapi tidak lagi pada sisi dalamnya. Selasar ini hilang sifatnya sebagai lorong. Oleh karena itu hanya ada empat lorong dan tingkatan segi empat yang tertinggi. Ini merupakan tingkat peralihan, yaitu peralihan dari tingkat-tingkat segi empat ke tingkat-tingkat bundar.
Empat lorong tersebut adalah di jalan keliling untuk mengadakan prosesi atau upacara. Berjalan keliling dimulai dari tangga utama disebelah timur dan selalu mempradaksina, yaitu selalu menganankan candi.
Ia tidak memiliki ruang untuk dimasuki. Cara orang menjelajahinya adalah dengan menyusuri sepanjang selasarnya searah jarum jam. Borobudur adalah susuran batuan yang dibentuk candi dan diletakkan diatas sebuah bukit. Menurut pembagian yang berdasarkan pandangan kejiwaan atau alam pikiran Hindu Kuna, terdiri dari tiga tingkatan. Dari mulai paling bawah disebut Kamadhatu, Rupadhatu, kemudian Arupadhatu.  Konstruksinya adalah sebagai berikut:
 
Bangunan kaki disebut Kamadhatu atau “Kamawacara”, yaitu kwansius: daerah keinginan hawa nafsu yang menceritakan tentang kesadaran yang dipenuhi dengan hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatangan. Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita Karmawibhangga. Secara filosofi, bagian Karmawibhangga sengaja ditupi sebagai simbol dari Buddha yang berhasil mencapai sebuah kesadaran dan berusaha untuk menutupi ‘nafsu rendah’ yang digambarkan dalam relief-relief Karmawibhangga. Sekarang sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.
Kemudian Ruphadatu atau “Rupawacara”, yang bermakna sebuah tingkatan kesadaran manusia yang  masih terikat hawa nafsu, materi dan bentuk. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Pintu tangga yang terbawah dengan 4 anak tangga dihiasi oleh Kalamakara, tangga kedua dengan 5 anak tangga dihiasi oleh kalaberikal, pintu tangga yang ketiga merupakan bagian atas dari pintu penutup kai candi kesamping yang merupakan selasar (jalan keliling) yang agak lebar. Dari selasar ini kita lihat relief dilukiskan pada bidang-bidang sekeliling candi. Bidang ini ada dibawah pagar langkan pertama bagian terluar. Bagian atas pagar langkan dihias dengan torana-torana. Bidang-bidang relief fiatas itu ada diatas relief kharmawibangga yang juga tertutup oleh batu kesamping

Aruphadatu yang tak lagi terikat hawa nafsu, materi dan bentuk digambarkan dalam bentuk stupa induk yang kosong. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keinginan dan kekosongan. Bagian ini merupakan inti dari seluruh bangunan suci. Bagian atas ini terdiri dari empat bagian: medhi kesatu , yaitu tingkat bundar pertama, medhi kedua yaitu tingkat bundar kedua, dan medhi tiga, yaitu tingkat bundar ketiga. Anda yaitu tingkat bundar keempat dengan stupa induk berupa bola atau genta raksasa. Didalam stupa besar itu terdapat rongga yang dinamakan garbha. Garbha artinya perut. Pada bagian itu dapat dilihat pada irisan bangunan itu. Rongga itu tempat menyimpan harta, mungkin benda yang paling suci dari seluruh bangunan. Belum dapat dipastikan benda apa yang sebenarnya pernah disimpan didalam tempat penyimpanan relik itu. Mungkin patung sang Buddha dari emas, atau setidak-tidaknya berlapis emas.  Ada satu bagian lagi yang menempati posisi paling bawah yaitu Karmawibanggha. Pada bagian ini tidak terdapat patung meditatif Buddha, hanya terdapat relief-relief yang menggambarkan adegan-adegan yang tidak bermartabat, kehidupan masyarakat yang masih dipenuhi hawa nafsu dan belum mencapai  kesadaran.

No comments:

Post a Comment