Dalam ruangan yang kurang lebih
seukuran kamar di galeri s.14 itu, Adhya Ranadireksa memamerkan karya-karya
terbarunya dengan judul Si Tintin Positif yang diolah dari berbagai karakter dalam
komik Tintin. Gagasan tersebut bermula dari kesukaannya pada cerita petualangan
seorang wartawan rambut jambul yang memiliki anjing bernama Snowy itu. Hobinya
itu mendorongnya untuk untuk mengoleksi segala hal yang berbau Tintin. Kini Adhya
mampu untuk memenuhi keinginannya untuk memiliki merchandise yang berhubungan
dengan Tintin itu. Bukan dengan membeli
banyak-banyak benda-benda dagangan resmi dari Tintin production, tapi dengan
membuatnya sendiri. Tapi tentu saja dengan sentuhan imajinasinya sendiri, namun
tetap mengambil bagian dari karakter-karakter dalam komik Tintin.
Karya-karyanya yang terlihat ringan,
lucu dan menyenangkan tersebut ternyata dapat memiliki makna yang meluas ke
tempat yang nampaknya sama sekali tidak ingin
oleh Herge, sang pengarang komik Tintin, untuk memasukannya kedalam
cerita Tintin yang asli. Gagasan yang jail itu berkembang dan menyasar ke
permasalahan sosial, budaya, dan politik kontemporer. Diantara karya-karyanya
ialah “mempermainkan” ciri khas yang ada di komik itu. Dengan bermodalkan
pengetahuannya akan hal itu, ia memparodikan sejumlah adegan dalam komik berupa
patung, poster, kaos, fotografi sehingga makna dan konteks yang baru akan
Tintin pun terbentuk.
Mungkin bagi orang tertentu, karya ini
mengandung humor yang sedikit menggigit. Awalnya memang terlihat sebagai
sekedar ide liar yang memparodikan Tintin sehingga “meleset” dari gambaran
aslinya. Namun Adhya cukup berhasil mengeluarkan anggapan itu dan membawa
pemirsanya menuju imajinasi-imajinasi baru yang berlapis melalui simbol-simbol khas
dari dunia lain yang ia “tempelkan” kepada Tintin dan kawan-kawannya.
Tampak sekali apa yang ingin Adhya ajak kepada
pemirsa karyanya, yakni mendiskusikan hal-hal yang berbau orientalisme yang
simbolnya dominan dalam karya tersebut, kemudian politik kapitalisme global,
dan kontroversi jihad, Islam dan tentu saja yang tak kalah menonjolnya: kemunafikan-kemunafikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Menyadari akan perkembangan pembacaan
gagasan tersebut, karya seni Si Tintin Positif ini tidak lagi sederhana. Jika
kita melihat judulnya, istilah positif yang digunakan bisa bermakna luas.
Positif biasanya dimaknakan sebagai suatu
yang pasti; tegas; tentu, yakin, bersifat
nyata dan membangun, tidak menyangkal ataupun mengiakan. Jika dimasukan kedalam
karya ini dapat berarti karya yang memiliki harapan untuk memberikan sumbangsih
sesuatu yang baik dan membangun, paling tidak untuk penyadaran terhadap kondisi
kontemporer dan perkembangan seni rupa.
Penyadaran
yang membangun itu tercermin salah satunya pada karya edisi posternya. Sembilan
poster berukuran 44,5 cm x 61,3 cm itu diambil dari cover komik Tintin dengan “memparodikan”
gambar dan judul nya. Judul dari kesembilan poster itu diantaranya: Kepingin
berjihad emas (asli: kepiting bercapit emas); Penerbangan 911 (penerbangan 174
ke Sydney); Bulan Bintang Jatuh (Bintang Jatuh); Rahasia Batu Hitam (Rahasia
Pulau Hitam); Harta Kurang Marah-Marah (Harta Karun Rakham Merah); Lima Rukun
Ajaib (Tujuh Bola Kristal); Penjelajahan Bulan Bintang (Penjelajahan di Bulan);
Kepingin berjihad Emas
(Kepiting bercapit Emas) dan Ngeri Berhati Hitam (Negeri Emas
Hitam).
gambar cover asli komik Tintin
seri poster karya yang mengambil image cover Tintin
dan sengaja dibuat berwarna abu-abu
dan sengaja dibuat berwarna abu-abu
Ada
kesamaan dalam penyertaan simbol baru pada sembilan poster itu. walau Adhya
masih menyisakan ciri khas gambar dari Tintin disana, tapi perubahan yang ia
buat pada gambar di poster itu cukup untuk _ bersama judul dari poster tersebut
(yang juga ia ubah)_memberikan makna baru. Kita ambil contoh pada poster yang
berjudul “Kepingin Berjihad Emas” yang bergambarkan Tintin beserta kapten
Haddock yang menunggang unta mereka masing-masing. Medali bergambar mirip
lambang Pancasila tergantung pada leher unta-unta itu. hanya saja simbol
bintang diganti dengan bulan dan bintang, simbol pohon beringin diganti menjadi
pohon kurma, kepala banteng diganti menjadi unta, padi dan kapas menjadi pedang
ala mafia gurun pasir. Ekspresi wajah Tintin bukanlah seperti seorang wartawan
polos yang kita kenal. Pakaian ala timur tengah lengkap beserta sorbannya
lengkap ia kenakan. Ia tersenyum licik menghadap ke arah belakang dimana kapten
Haddock dengan pakaian sejenis beserta bom waktu dan bendera hitam bergambar
tengkorak di tangan yang satunya. Tintin sendiri menaruh senjata laras panjang
di belakangnya dan hewan berwajah licik sejenis kucing di pangkuannya.
Penggambaran tersebut dapat merepresentasikan sebuah keserakahan atas kekuasaan
jabatan yang disimbolkan sebagai unta bermedali itu. Dimana bisa menjadi sebuah
kritik yang tajam atas fenomena yang banyak terjadi di negara timur tengah
terutama yang berpenguasa zhalim mengatasnamakan diri sebagai Islam.
Jika tadi adalah contoh
dari penyertaan simbol yang banyak, yang ini merupakan contoh penggantian
simbol yang sederhana. Pada poster berjudul “Lima
Rukun Ajaib” sekilas hampir tidak ada gambar yang ia ubah dari aslinya. Hanya
warnanya saja yang menjadi abu-abu, kostum profesor Lakmus dan judul yang ia
ganti dari awalnya “Tujuh Bola Kristal”. Kesan pengertian yang timbul dari
adanya penyatuan judul baru dengan gambarnya hanyalah soal “keajaiban” dari lima
rukun yang oleh orang Islam dikenal sebagai Rukun Islam dengan gambar angin
berkilauan yang mengangkat kursi dimana profesor lakmus dengan pakaian
muslimnya terbang berputar-putar. Simbol-simbol tersebut dapat diartikan dengan
lima rukun Islam yang apabila dilaksanakan dapat membawa ke arah derajat yang
lebih tinggi dalam kehidupan.
Si Tintin
positif tetaplah Tintin. Walaupun Adhya memberikan kesan baru terhadapnya,
petualangan tetaplah petualangan. Sejak Herge sampai Adhya mmenciptakan
tentangnya, Tintin yang suka membawa pemirsanya berkelana dalam karya ini kesan
itu tidak hilang. Bedanya ada pada
kemana ia membawa pembacanya berkelana. Di tahun pertama 1929 dimana ia
diciptakan sampai berpuluh-puluh tahun lamanya, Tintin tetap berada di hati
pemirsanya karena ia membawa semangat yang sama dengan kebanyakan mereka pada
saat itu: ekspansi dan berpetualang ke
negeri-negeri (bisa jadi negeri jajahan mereka). Kini, Adhya juga membawa
pengamat karyanya berpetualang ke negeri-negeri dimana fenomena politik kapitalisme
global, kontroversi jihad dan Islam serta kemunafikan-kemunafikan dalam
kehidupan sehari-hari yang ia gambarkan bisa didapatkan dewasa ini. Tidak hanya
itu, Ikon Islam terlihat dominan dalam karya ini yang muncul sebagai kegiatan
keseharian dan pergerakan ekspansi yang berhubungan dengan penguasa dengan yang
dikuasai dan pengendali dengan yang dikendalikan.
Karya-karya Adhya sebelumnya sudah
memberi tanda bahwa dia sudah lama melakukan tindakan parodi, alegori,
apropriasi. Kecurigaan Adhya terhadap tatanan yang telah mapan atau dimapankan
oleh sebuah institusi lah yang direfleksikan kedalam karya-karya Adhya sampai
saat ini, Si Tintin Positif.
karya berbentuk cinderamata
biografi Adhya Ranadireksa
pendukung pameran
No comments:
Post a Comment