Monday, February 2, 2015

TAKSONOMI ILMU-ILMU SENI



Pengetahuan tentang seni bukan hanya berhubungan dengan penciptaan karya seni dan penghayatan karya seni, tetapi juga pemahaman tentang karya seni. memahami seluk beluk seni dibicarakan dalam bab 1 tentang ilmu-ilmu seni, yang pada dasarnya adalah suatu evaluasi terhadap seni. sementara itu, penghayatan seni lebih merupakan perilaku apresiasi yang akan menghasilkan pengalaman seni yang khas. Penciptaan seni merupakan persoalan kreativitas yang sifatnya subjektif dan juga penuh misteri.

Seni telah melahirkan berbagai ilmu – ilmu seni. di lingkungan masyarakat yang tradisi keilmuannya telah berusia cukup panjang, berbagai macam ilmu seni tersebut telah dapat disusun peta keilmuannya. Terutama di masyarakat barat., yang tradisi pemahaman terhadap sesuatunya telah berlangsung sejak zaman Yunani purba, sekitar 500SM. Dalam masyarakat tersebut, perkembangan ilmu seni mengikuti penciptaan seni, bahkan penciptaan seni sering diilhami oleh berbagai temuan keilmuan dan pemikiran seni.

Sementara itu, di masyarakat Indonesia, tradisi pemahaman seni seperti itu tidak terjadi, meskipun penciptaan karya seni telah dimulai sejak sekitar tahun 3000SM. Seni di Indonesia hanya menyangkut soal penciptaan dan penghayatan saja. Hal ini dapat dipahami karena karya seni Indonesia muncul dalam kebudayaan mitis, sampai saatnya bertemu kebudayaan ontologis. Persoalan sikap menumbuhkan jarak antara manusia dengan hal-hal diluar kesadarannya baru terjadi ketika bersentuhan dengan ikap ontologis tersebut.

Ilmu-ilmu seni di Indonesia baru disadari ketika seni modern muncul. Bahkan pada perkembangan awalnya, ilmu-ilmu seni masih diabaikan. Kita ingat berbagai sanggar seni yang berpusat pada guru-guru yang seniman. Di sana persoalan penghayatan dan penciptaan seni diutamakan. Hasil akhir pendidikan semacam itu adalah penciptaan karya seni. inilah sebabnya teknik seni amat menonjol diajarkan orang kurang peduli pada ilmu seni, konsep seni, dilosofi seni, sejarah seni, hubungan masyarakat dengan seni, dan lain-lain. Baru setelah banyak mahasiswa akademi seni kita belajar ke masuarakat barat, maka kesadaran terhadap ilmu-ilmu seni dengan tujuan pemahaman seni, mulai masuk ke perguruan-perguruan tinggi seni kita.

Hasilnya mmemang belum tampak. Ilmu seni masih tetap ketinggalan dibandingkan dengna panciptaan seni. ini tidak berarti bahwa ilmu seni lebih penting daripada penciptaan seni, tetapi yang terakhir ini dapat dibantu oleh ilmu-ilmu seni, sebagaimana halnya dengan penghayatan seni.

Karena ilmu seni belum berkembang, maka persoalan kritik seni juga menjadi masalah dalam masyarakat kita. Kritik seni tidak hidup karena banyak pihak yang tidak puas terhadap hasil evaluasinya. Interpretasi dan evaluasi seni sangat erat hubungannya dengan ilmu seni. kritik seni memang dimulai dengan penghayatan dan kemudian sampai pada peaknaan atau interpretasi, tetapi pada tahap evaluasi diperlukan kerja keilmuan yang berjarak. Objektivitas dan pembuktian deskripsi data seni diperlukan. Dan disinilah jalan buntunya. Kritik seni kita lebih banyak berhenti pada penghayatan dan upaya menjelaskan penghayatan tersebut secara verbal. Disinilah pentignya mengembangkan sikap keilmuan terhadap seni. hasil-hasil ilmu seni dapat berguna bagi siapa saja, baik dalam penciptaan maupun penghayatan.

Untuk memahami betapa miskinnya budaya seni kita dalam bidang ilmu seni ini, baiklah kita menegok pada taksonomi ilmu-ilmu seni yang telah berkembang di negara maju. Tentu saja taksonomi semacam itu tidak perlu kita tiru mentah-mentah. Kita hanya dapat mempelajarinya dan mengembangkan taksonomi ilmu-ilmu kita sendiri. Namun setidak-tidaknya kita mengenal cara mereka mengolong-golongkan berbagai ilmu seni tersebut.

Ä    Bagian utama dari ilmu seni adalah filsafat seni. Pada mulanya, ‘ilmu’ ini memang merupakan bagian dari kajian filsafat yang spekulatif. Tetapi pada perkembangannya, kedudukannya bergeser ke arah keilmuan juga, sehingga orang menamakannya estetika modern atau estetika keilmuan. Kemudian kita mengenal stiliska atau ilmu gaya seni, yang membahas hakikat gaya seni, keragaan gaya pribadi, gaya etnik, gaya mahzab, gaya regional dan gaya sezaman. Juga dibicarakan dinamika gaya seni akibat perkembangan sejarah, perubahan budaya dan percampuran budaya.
Ä    Yang kedua adalah ilmu tentang penghayatan seni, atau disini lebih  dikenal dengan apresiasi seni, yang membahas pengaruh pengertian seni seseorang (temperamen individual, kondisioning sosio kulturalnya, perolehan sikap dan nilai-nilai dalam hidup lingkungannya). Juga dibicarakan arti seni, simbol, dan mitor dalam seni. yang terakhir mengenai apresiasi, interpretasi seni khusus, misalnya seni sastra, seni lukis dan seni musik.
Ä    Yang ketiga kritik seni
Ä    keempat adalah pendekatan ilmiah tertentu terhadap seni, seperti sosiologi seni, antropologi seni, sejarah seni, perbandingan seni, arkeologi seni dan psikologi seni.
Ä    Yang kelima adalah ilmu tentang hubungan lembaga   dan seni yang membahas pendayagunaan seni bagi masyarakatnya, soal perundangan atau peraturan pemerintah atau berbagai lembaga sosial lain terhadap seni, hubungan seni dengan agama, ilmu dan teknologi. Juga dibicarakan pelarangan seni serta sensor seni dan pendidikan seni dalam masyarakat.
Ä    Yang keenam adalah ilmu ekonomi seni, yang membahas berbagai faktor yang mempengaruhi nilai ekonomi seni, sistem pendanaan dalam aktivitas berkesenian, pasar seni atau pemasaran seni, perlindungan hak cipta seni, juga soal-soal yang menyangkut plagiat dalam seni, pembajakan seni, dan yang semacam itu.
Ä    Yang ketujuh, pendidikan kesenimanan, membahas metode pengajaran seni kepada calon seniman, seni sebagai pekerjaan, profesionalisme dan amatirisme dalam seni.
Ä    Yang kedelapan, ilmu-ilmu preservasi seni atau pelestarian karya seni meliputi persoalan lembaga-lembaga kearsipan seni, museum, galeri dan perpustakaan seni. juga dibicarakan masalah pencatatan seni dan notasi, peranan industri dan komersialisasi seni, peranan medi elektronik dan mekanik dalam seni, masalah tradisi lisan dalam sei dan tradisi seni.
Ä    Yang kesembilan atau yang terakhir adalah berbagai ilmu mengenai pemeran seni, festival seni, pertunjukan seni dan aneka gejala jenis itu.

Dari berbagai bidang ilmu seni tersebut, tampaknya kita baru mengerjakan beberapa sektor didalamnya, seperti kritik seni, apresiasi seni khusus (apresiasi seni sastra, apresiasi seni lukis) dan sebagian pendekatan disiplin ilmu-ilmu lain dalam seni seperti sejarah seni dan sosiologi seni. Tetapi dalam hal ilmu pemasaran seni, plagiat, pembajakan, permuseuman, tradisi lisan seni dan lain-lain lagi masih belum tersusun ilmunya. Barangkali memang pernah ada yang menyusun ilmu tentang hak cipta kesenian, tetapi baru beberapa artikel atau kumpulan artikel. Peristiwa heboh novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck labih dari 30 tahun yang lalu sempat membuahkan debat tentang plagiat dalam karya sastra. Tetapi begitu peristiwa itu berlalu, tidak ada lagi yang mempermasalahkan apa yang sebenarnya dinamakan plagiatisme itu.

Begitulah, masih banyak hal yang masih kosong dalam lahan ilmu seni kita, baik yang tradisional maupun yang modern. Meskipun telah berdiri beberapa perguruan tinggi seni di Indonesia sejak tahun 1950, perkembangan ilmu-ilmu seni masih tertinggal jauh dari kerja penciptaan seni. begitu banyak karya penciptaan seni dihasilkan, tetapi begitu miskin ilmu yang mencoba memahami gejala atau fenomena kesenian kita.

Dengan ilmu seni, kita mengevaluasi apa yang telah dikerjakan dalam dunia kesenian kita. Dan hasil evaluasi ini akan membuka wawasan dan peluang penciptaan yang belum dikerjakan atau kemungkinan untuk diciptakan. Ilmu seni adalah kompas atau pedoman penciptaan seni selanjutnya. Ilmu seni yang berkualitas kadar keilmuannya sangat berarti bagi penciptaan. 




Sumber: Sumardjo, Jakob. Filsafat Seni. Penerbit ITB Bandung:2000

No comments:

Post a Comment