Pengetahuan tentang seni bukan hanya berhubungan dengan penciptaan karya
seni dan penghayatan karya seni, tetapi juga pemahaman tentang karya seni.
memahami seluk beluk seni dibicarakan dalam bab 1 tentang ilmu-ilmu seni, yang pada
dasarnya adalah suatu evaluasi terhadap seni. sementara itu, penghayatan seni
lebih merupakan perilaku apresiasi yang akan menghasilkan pengalaman seni yang
khas. Penciptaan seni merupakan persoalan kreativitas yang sifatnya subjektif
dan juga penuh misteri.
Seni telah melahirkan berbagai ilmu – ilmu seni. di lingkungan masyarakat
yang tradisi keilmuannya telah berusia cukup panjang, berbagai macam ilmu seni
tersebut telah dapat disusun peta keilmuannya. Terutama di masyarakat barat.,
yang tradisi pemahaman terhadap sesuatunya telah berlangsung sejak zaman Yunani
purba, sekitar 500SM. Dalam masyarakat tersebut, perkembangan ilmu seni
mengikuti penciptaan seni, bahkan penciptaan seni sering diilhami oleh berbagai
temuan keilmuan dan pemikiran seni.
Sementara itu, di masyarakat Indonesia, tradisi pemahaman seni seperti
itu tidak terjadi, meskipun penciptaan karya seni telah dimulai sejak sekitar
tahun 3000SM. Seni di Indonesia hanya menyangkut soal penciptaan dan
penghayatan saja. Hal ini dapat dipahami karena karya seni Indonesia muncul
dalam kebudayaan mitis, sampai saatnya bertemu kebudayaan ontologis. Persoalan
sikap menumbuhkan jarak antara manusia dengan hal-hal diluar kesadarannya baru
terjadi ketika bersentuhan dengan ikap ontologis tersebut.
Ilmu-ilmu seni di Indonesia baru disadari ketika seni modern muncul. Bahkan
pada perkembangan awalnya, ilmu-ilmu seni masih diabaikan. Kita ingat berbagai
sanggar seni yang berpusat pada guru-guru yang seniman. Di sana persoalan
penghayatan dan penciptaan seni diutamakan. Hasil akhir pendidikan semacam itu
adalah penciptaan karya seni. inilah sebabnya teknik seni amat menonjol
diajarkan orang kurang peduli pada ilmu seni, konsep seni, dilosofi seni,
sejarah seni, hubungan masyarakat dengan seni, dan lain-lain. Baru setelah
banyak mahasiswa akademi seni kita belajar ke masuarakat barat, maka kesadaran
terhadap ilmu-ilmu seni dengan tujuan pemahaman seni, mulai masuk ke
perguruan-perguruan tinggi seni kita.
Hasilnya mmemang belum tampak. Ilmu seni masih tetap ketinggalan
dibandingkan dengna panciptaan seni. ini tidak berarti bahwa ilmu seni lebih
penting daripada penciptaan seni, tetapi yang terakhir ini dapat dibantu oleh
ilmu-ilmu seni, sebagaimana halnya dengan penghayatan seni.
Karena ilmu seni belum berkembang, maka persoalan kritik seni juga
menjadi masalah dalam masyarakat kita. Kritik seni tidak hidup karena banyak
pihak yang tidak puas terhadap hasil evaluasinya. Interpretasi dan evaluasi
seni sangat erat hubungannya dengan ilmu seni. kritik seni memang dimulai
dengan penghayatan dan kemudian sampai pada peaknaan atau interpretasi, tetapi
pada tahap evaluasi diperlukan kerja keilmuan yang berjarak. Objektivitas dan
pembuktian deskripsi data seni diperlukan. Dan disinilah jalan buntunya. Kritik
seni kita lebih banyak berhenti pada penghayatan dan upaya menjelaskan
penghayatan tersebut secara verbal. Disinilah pentignya mengembangkan sikap
keilmuan terhadap seni. hasil-hasil ilmu seni dapat berguna bagi siapa saja,
baik dalam penciptaan maupun penghayatan.
Untuk memahami betapa miskinnya budaya seni kita dalam bidang ilmu seni
ini, baiklah kita menegok pada taksonomi ilmu-ilmu seni yang telah berkembang
di negara maju. Tentu saja taksonomi semacam itu tidak perlu kita tiru
mentah-mentah. Kita hanya dapat mempelajarinya dan mengembangkan taksonomi
ilmu-ilmu kita sendiri. Namun setidak-tidaknya kita mengenal cara mereka
mengolong-golongkan berbagai ilmu seni tersebut.
Ä
Bagian utama dari ilmu seni adalah filsafat seni.
Pada mulanya, ‘ilmu’ ini memang merupakan bagian dari kajian filsafat yang
spekulatif. Tetapi pada perkembangannya, kedudukannya bergeser ke arah keilmuan
juga, sehingga orang menamakannya estetika modern atau estetika keilmuan.
Kemudian kita mengenal stiliska atau ilmu gaya seni, yang membahas hakikat gaya
seni, keragaan gaya pribadi, gaya etnik, gaya mahzab, gaya regional dan gaya
sezaman. Juga dibicarakan dinamika gaya seni akibat perkembangan sejarah,
perubahan budaya dan percampuran budaya.
Ä
Yang kedua adalah ilmu
tentang penghayatan seni, atau disini lebih dikenal dengan apresiasi
seni, yang membahas pengaruh pengertian seni seseorang (temperamen
individual, kondisioning sosio kulturalnya, perolehan sikap dan nilai-nilai
dalam hidup lingkungannya). Juga dibicarakan arti seni, simbol, dan mitor dalam
seni. yang terakhir mengenai apresiasi, interpretasi seni khusus, misalnya seni
sastra, seni lukis dan seni musik.
Ä
Yang ketiga kritik seni
Ä
keempat adalah pendekatan
ilmiah tertentu terhadap seni, seperti sosiologi seni, antropologi
seni, sejarah seni, perbandingan seni, arkeologi seni dan psikologi seni.
Ä
Yang kelima adalah ilmu
tentang hubungan lembaga dan seni yang membahas
pendayagunaan seni bagi masyarakatnya, soal perundangan atau peraturan
pemerintah atau berbagai lembaga sosial lain terhadap seni, hubungan seni
dengan agama, ilmu dan teknologi. Juga dibicarakan pelarangan seni serta sensor
seni dan pendidikan seni dalam masyarakat.
Ä
Yang keenam adalah ilmu
ekonomi seni, yang membahas berbagai faktor yang mempengaruhi nilai
ekonomi seni, sistem pendanaan dalam aktivitas berkesenian, pasar seni atau
pemasaran seni, perlindungan hak cipta seni, juga soal-soal yang menyangkut
plagiat dalam seni, pembajakan seni, dan yang semacam itu.
Ä
Yang ketujuh, pendidikan
kesenimanan, membahas metode pengajaran seni kepada calon seniman,
seni sebagai pekerjaan, profesionalisme dan amatirisme dalam seni.
Ä
Yang kedelapan, ilmu-ilmu
preservasi seni atau pelestarian karya seni meliputi persoalan
lembaga-lembaga kearsipan seni, museum, galeri dan perpustakaan seni. juga
dibicarakan masalah pencatatan seni dan notasi, peranan industri dan
komersialisasi seni, peranan medi elektronik dan mekanik dalam seni, masalah
tradisi lisan dalam sei dan tradisi seni.
Ä
Yang kesembilan atau yang terakhir adalah
berbagai ilmu mengenai pemeran seni,
festival seni, pertunjukan seni dan aneka gejala jenis itu.
Dari berbagai bidang ilmu seni tersebut, tampaknya kita baru mengerjakan
beberapa sektor didalamnya, seperti kritik seni, apresiasi seni khusus
(apresiasi seni sastra, apresiasi seni lukis) dan sebagian pendekatan disiplin
ilmu-ilmu lain dalam seni seperti sejarah seni dan sosiologi seni. Tetapi dalam
hal ilmu pemasaran seni, plagiat, pembajakan, permuseuman, tradisi lisan seni
dan lain-lain lagi masih belum tersusun ilmunya. Barangkali memang pernah ada
yang menyusun ilmu tentang hak cipta kesenian, tetapi baru beberapa artikel
atau kumpulan artikel. Peristiwa heboh novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck
labih dari 30 tahun yang lalu sempat membuahkan debat tentang plagiat dalam
karya sastra. Tetapi begitu peristiwa itu berlalu, tidak ada lagi yang
mempermasalahkan apa yang sebenarnya dinamakan plagiatisme itu.
Begitulah, masih banyak hal yang masih kosong dalam lahan ilmu seni kita,
baik yang tradisional maupun yang modern. Meskipun telah berdiri beberapa
perguruan tinggi seni di Indonesia sejak tahun 1950, perkembangan ilmu-ilmu
seni masih tertinggal jauh dari kerja penciptaan seni. begitu banyak karya
penciptaan seni dihasilkan, tetapi begitu miskin ilmu yang mencoba memahami
gejala atau fenomena kesenian kita.
Dengan ilmu seni, kita mengevaluasi apa yang telah dikerjakan dalam dunia
kesenian kita. Dan hasil evaluasi ini akan membuka wawasan dan peluang
penciptaan yang belum dikerjakan atau kemungkinan untuk diciptakan. Ilmu seni
adalah kompas atau pedoman penciptaan seni selanjutnya. Ilmu seni yang
berkualitas kadar keilmuannya sangat berarti bagi penciptaan.
Sumber: Sumardjo,
Jakob. Filsafat Seni. Penerbit ITB
Bandung:2000
No comments:
Post a Comment